Aku masih berdiri menunggu taksi di sebuah halte. Orang-orang
ramai berteduh di halte ini. Karena memang hujan sangat lebat mengguyur Jakarta
malam ini. Aku Dea (nama samara), seorang karayawati di sebuah perusahaan
swasta di ibukota. Sudah tiga tahun aku bekerja di perusahaan itu. Gaji yang
cukup besar dan suasana di kantor yang membuat aku betah disana. Suasana
kekeluargaan yang sangat kental.
Hujan makin lebat. Dan kakiku sudah mulai pegal berdiri
menunggu taksi. Tak satu pun taksi yang lewat. Satu persatu orang yang berteduh
pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya, menembus derasnya hujan. Aku
tak ingin berdesak-desakkan di bus kota. Selain tak nyaman dan kurangnya
keamanan di dalam bus itulah yang membuat aku memilih taksi. Copet. Apalagi
yang kadang membuat kita tak ingin naik bus kota.
Tinggallah aku bertiga dengan seorang bapak gemuk dengan tas
besar dan seorang ibu yang masih berdiri di halte. Warung kecil yang menjual
rokok dan minuman masih menerangi halte tempatku berteduh. Sudah dua puluh
menit lebih aku berdiri menunggu taksi. Setiap kulambaikan tangan memanggil
taksi, mereka hanya berlalu begitu saja. Sial sekali aku malam ini. Jam
tanganku menunjukkan pukul 19.10 wib.
“mau pulang kemana mbak?” tanya bapak bertubuh gemuk.
“ke manggarai pak” jawabku.
“kenapa nggak naik bus aja mbak. Dari tadi kan banyak juga
yang kosong”
“iya pak. Saya agak kapok naik bus”
“kenapa?” bapak itu bertanya kembali.
“pernah dua kali saya kecopetan”
“oh itu. Iyalah mbak, harus hati-hati kalo di bus kota”
Kemudian tak ada pertanyaan lagi yang keluar dari mulut bapak
bertubuh gemuk. Ibu yang sedang diam memberhentikan sebuah taksi, dan ia
mendapatkan taksi tersebut. Ah, sial sekali aku. Seharusnya aku yang menaiki
taksi tersebut. Aku ingin cepat sampai kamar kost-ku. Badanku sangat letih hari
ini. Selain menumpuknya pekerjaanku di kantor, aku juga harus kunjungan ke
beberapa perusahaan. Untungnya besok hari sabtu, jadi aku bisa beristirahat
lebih lama. Lamunanku buyar ketika sebuah mobil menepi ke halte tempatku berteduh.
Seseorang keluar menuju warung kecil samping halte. Pria tersebut membeli
sebungkus rokok. Dan kembali menuju mobil. Namun…
“Dea ya?” pria tersebut menegurku. Aku tidak mengenalinya.
“iya. Maaf siapa ya?” tanyaku.
“gue Tito (nama samara). Bulan lalu kan kita meeting bareng
di Kemang. Inget nggak?” tanyanya.
“emmmm.. yang mana ya?” tanyaku masih meraba-raba.
“masa nggak inget sih? Kan yang presentasi gue”
“ooh iya gue inget. Bos lo yang orang cina itu kan?” aku
mulai mengingatnya.
“hahahahahahaha. Iya iya. Bos gue emang orang cina. By the
way, ngapain lo disini?”
“gue nunggu taksi. Dari tadi nggak dapet-dapet. Udah hampir
setengah jam gue disini” jelasku.
“oh gitu. Ikut mobil gue aja yuk. Daripada kelamaan, nanti
makin malem makin bahaya lho. Apalagi lo cewek sendiri disini”
“emmm.. gimana ya?”
“ayolah, gue sih terserah lo aja. Gue cuma niat baik aja sama
lo”
Betul juga pikirku. Aku wanita sendiri yang berada di halte
ini. Makin malam memang makin tak baik. Apalagi saat ini Jakarta sudah tak aman
menurutku.
“boleh deh. Nggak ngerepotin lo nih?”
“ngerepotin apa sih? Santai aja kali. Yuk masuk!” ajak Tito.
Ternyata didalam mobil ada dua pria lainnya. Teman
tongkrongan Tito. Aku berkenalan dengan mereka. Abi (nama samaran) dan Kris
(nama samaran). Mereka bertiga berniat makan malam di sebuah restoran di daerah
Salemba. Satu arah dengan rute pulang denganku. Aku bisa turun di Manggarai
nantinya. Kami hanya mengobrol biasa, tentang kantor tempat Tito bekerja sampai
kelakuan bosnya yang kadang membuatnya geram.
“lo ikut kita aja De!” ajak Tito.
“ah, nggak usah deh. Gue mau langsung pulang aja To”
“iya De ikut aja. Kita mau ngerayain ultahnya si Abi. Ikut
aja!” ajak Kris.
“nggak deh, makasih. Itu kan acara kalian. Nanti kalo ada gue
malah nggak seru lagi”
“nggak seru apaan sih? Biasa aja kali De. Ikut aja ya” Tito
sedikit memaksa.
“iya ikut aja. Nanti juga ada temen cewek yang lain juga kok
De. Jadi lo nggak sendirian” sambung Abi.
“emmm.. gimana ya?” aku masih berpikir.
Sebenarnya aku ingin sekali cepat pulang ke kost-an. Tapi
berhubung mereka sudah berbaik hati memberiku tumpangan. Apa jadinya kalau aku
tak bertemu Tito. Mungkin saat ini aku masih berada di halte dengan bapak
gemuk. Jadi kuiyakan saja ajakan mereka. Toh
hanya makan-makan biasa, apa salahnya agak telat sampai kost-an. Lagipula
besok hari sabtu.
“oke deh, gue ikut. Tapi bener nggak ganggu acara kalian
kan?”
“dijamin nggak ganggu 100%” sergah Abi.
Tak berapa lama mobil sudah terparkir disebuah bangunan
bernuansa cina. Dengan dua patung besar berbentuk singa didepannya. Seorang
pelayan pria bertubuh tegap membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Kami
menaiki tangga menuju lantai dua. Lampu didalam ruangan agak remang-remang.
Kami pun memasuki sebuah ruangan, seperti private room. Terdapat meja besar dengan
sofa yang besar pula mengelilingi meja. Didepannya terdapat layar besar. Kalau
kuperhatikan, ruangan ini mirip seperti ruangan karouke. Kami duduk di sofa
besar. Tak lama seorang wanita dengan pakaian cukup seksi masuk membawa buku
besar.
“mau pesen apa De?” tanya Tito.
“kita makannya disini?” tanyaku.
“iya. Sambil makan kita bisa sambil karouke. Bisa nonton film
juga. Bisa party juga. Lo mau pesen makan apa?” jelas Tito.
“hmmm.. apa ya? Gue ikut aja deh” jawabku.
“kok ikut aja? Nih, lo liat dulu” Tito menyerahkan buku besar
yang ternyata buku menu.
Aku membuka halaman demi halaman buku menu. Dan tak satu pun
yang kukenal macam-macam makanannya. Paling hanya beef steak dan bebek peking.
Mungkin ini restoran cina. Jadi kuputuskan untuk memesan beef steak dan segelas
orange juice. Sedangkan Tito, memesan makanan yang tak kuhapal namanya. Begitu
juga Abi dan Kris. Setelah pesanan kami di catat, wanita seksi itu pun
meninggalkan ruangan.
“kita nyanyi-nyanyi dulu kali ya. Sambil nunggu makanan” kata
Kris.
“boleh. Nyalain aja Kris” lanjut Abi.
“eh, katanya ada temen-temen cewek lo yang lain?” tanyaku
kepada Tito.
“iya, bentar lagi mungkin sampe. Kenapa sih De?” jawab Tito.
“nggak apa-apa kok. Gue Cuma tanya aja”
Kris yang paling ngocol diantara mereka bertiga sudah
teriak-teriak melantunkan lagu. Otakku dangkal kalau ditanya musik. Aku hanya
menikmati suasana. Sesekali tertawa jika Kris melontarkan leluconnya yang
membuat perut sakit. Tak lama, pesanan kami datang. Beef steak-ku dan makanan
lainnya sudah terhampar di meja besar. Meja ini sudah dipenuhi makanan dan
beberapa botol minuman. Menurutku hal seperti ini tidaklah tabu. Di kantorku
pun minuman beralkohol dan sejenisnya seringkali disediakan, jika kantor
mendapat tender besar dan harus dirayakan. Aku pun kadang ikut menenggak
beberapa loki minuman.
Kami pun menikmati makanan. Saling berbagi makanan. Saling
cicip-mencicipi makanan. Seolah sudah kenal bertahun-tahun, aku pun tak
canggung lagi dengan ketiga pria tersebut. Disela-sela makan, Kris masih saja membuat
kelucuan. Hingga membuat Abi tertawa sampai terbatuk-batuk. Ruangan ini memang
milik kami. Kami bebas tertawa terbahak-bahak dan tak ada seorang pun yang
protes. Lama kami bersenang-senang di ruangan tersebut. Belasan lagu telah kami
nyanyikan. Piring kotor bekas kami makan pun telah diangkat. Yang tersisa di
meja hanya botol-botol minuman den beberapa gelas. Seorang pelayan kembali
datang mengantarkan dua botol minuman dan empat piring kacang.
“eh, nambah nih?” tanyaku.
“malem masih panjang De. Santai aja kan?” tanya Abi.
“iya sih”
Aku sudah menghabiskan empat gelas minuman beralkohol.
Kepalaku sudah dihantui pusing. Berat. Tubuhku pun sudah agak lunglai. Tapi
kami masih tertawa dan terus menuang minuman kedalam gelas. Tito terus
memberiku gelas yang penuh. Walau kutolak, ia tetap memaksaku. Dan akhirnya,
mau tak mau aku pun terus meneggak minuman tersebut. Puncaknya, tubuhku sudah
benar-benar lunglai. Lemah tak berdaya. Kepalaku sudah berat. Aku setengah
sadar. Aku bersandar pada sofa besar. Masih memperhatikan layar besar didepan
meja yang memutar video karouke. Disampingku, duduk Tito memegang gelas penuh
berisi minuman.
Tito mulai merangkul pundakku. Aku menepisnya. Jujur, aku
mabuk. Namun aku masih sadar. Setengah sadar tepatnya. Ia terus mencekokiku
minuman. Dan aku tetap mengangguk menerimanya.
“kalo pusing. Tiduran aja De” suruh Tito.
“nggak apa-apa nih kalo gue tiduran disini?” tanyaku.
“enggak apa-apa. Ini di booking
sampe pagi kok” jawab Tito.
Tak apalah aku merebahkan sesaat tubuhku. Nantinya juga akan
dibangunkan jika acara mereka sudah selesai. Tapi Tito memberikan segelas
minuman, begitu ingin kurebahkan tubuhku.
“eits, minuman
terakhir sebelum lo tidur. Wajib lo habisin. Ayolah”
“To, kepala gue udah pusing banget. Udah ya”
“gelas terakhir De. Biar sisa minuman yang lain gue habisin
bertiga. Oke”
Aku pun menurut saja. Kutenggak isi gelas dengan cepat. Habis
tak bersisa. Kemudian senyuman Tito terpancar dari mulutnya. Aku pun akhirnya
merebahkan tubuhku. Kepalaku terasa pusing. Lalu aku tertidur…
Berapa lama kutertidur? Kepalaku masih berat. Otakku pun
masih setengah sadar. Badanku panas. Apa yang terjadi? Kubuka perlahan mataku.
Astaga, kaget bukan main. Aku mendapati tubuhku tak berbusana. Dan kulihat Abi
sedang asik melumat puting payudaraku. Aku ingin berontak. Namun tubuhku sangat
lemas. Aku ingin teriak, namun mulutku seperti terkunci.
“eh, Dea udah bangun” kata Abi disela-sela lumatan mulutnya.
Kris lalu mendekatiku. Menghampiri wajahnya dekat kearah
wajahku. Bibirku dilumat Kris. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku tak bisa
bergerak. Kurasakan payudaraku diremas kuat. Putingku kembali dilumat. Geli.
Kris pun nampak tak berbusana. Pandanganku kabur. Mataku buram. Kris masih
terus melumat bibirku. Kemudian ia berdiri, menunjukkan penisnya yang besar. Tegang
dan berurat. Mulutku dibuka lebar olehnya. Dimasukkannya penis besarnya kedalam
mulutku. Aku hampir tersedak. Maju mundur gerakan penis Kris didalam mulutku.
Putingku masih dijilat. Payudaraku masih terasa diremas. Namun
apa ini? Astaga, kini giliran vaginaku yang merasakan gerakan aneh. Kenapa
tubuhku tak bisa kugerakkan. Ingin kuberontak. Tenagaku tak ada. Mataku melirik
kearah vaginaku. Tito yang sedang asik menjilati klitorisku. Lidahnya lincah
bermain. Nikmat, namun aku tak ingin semua ini. Tubuhku bergetar, sungguh
nikmat permainan lidah Tito. Abi pun sungguh lihai memainkan lidahnya, putingku
nikmat. Geli yang sangat geli. Kris masih asik memanjakan penisnya di mulutku.
Kini mereka bergantian. Tito, kali ini memasukkan penisnya
kedalam mulutku. Kris menggarap payudarku. Diremas dan dijilati. Sementara Abi
dengan penis tegangnya, menuju vaginaku. Pahaku dibuka lebar-lebar. Dengan
posisi mengangkang, Abi membenamkan penis besarnya kedalam vaginaku.
Perlahan-lahan bergerak maju mundur. Vaginaku bergetar. Penisnya Tito masih
didalam mulutku. Terkadang suara desahan Abi kudengar.
“aaaahhh..aaaahhh” desahan Abi, sesekali menampar-nampar
pelan pantatku. Perih.
“aaaahhh..aaaahhh” Tito pun tak kalah dengan Abi.
Gerakan penis Abi makin cepat. Aku hampir klimaks. Vaginaku
bergetar hebat, tak berapa lama cairan membasahi vaginaku. Hangat. Aku klimaks.
Tubuhku ikut bergetar. Bulu romaku berdiri.
“aaaaahhh..aaaaahh” desahan Abi makin keras, disertai gerakan
maju mundur penisnya yang makin cepat.
Kemudian ia mencabut penisnya. Memuntahkan cairan maninya
diatas payudaraku. Hangat. Kental. Ia terus memompa cairan maninya hingga
habis. Kris masih asik memeras payudarku yang banjir oleh cairan mani Abi. Dan
Tito masih dengan penis menancap dalam mulutku. Kemudian kudengar tawa senang
dari Abi. Laki-laki berengsek!
Tubuhku masih tak bisa digerakkan. Mungkin mereka memberiku
sesuatu. Mungkin obat atau apalah. Yang jelas malam ini aku diperkosa oleh tiga
orang lelaki bejat yang baru kukenal beberapa jam yang lalu.
Kali ini giliran Kris menggagahiku. Kepala penisnya
diusap-usap dimulut vaginaku. Geli. Kemudian dengan segera ia lesakkan seluruh
batang penisnya. Kali ini lebih besar. Penis Kris lebih besar dari penis Abi.
Mataku terbelalak. Dadaku sesak. Tubuhku tak bisa bergerak. Aku tersedak. Kris
memainkan penisnya maju mundur. Pahaku dibentangkan lebar. Sambil terus
penisnya menari didalam vaginaku, sesekali Kris memainkan jarinya menggelitik
klitorisku. Nikmat. Aku menikmati permainan Kris. Keringat Kris terlihat
membasahi jidat lengangnya. Tangan besar penuh urat mencengkram kuat
payudaraku. Meremasnya. Memainkan jari-jarinya pada putingku.
“aaaahhh..Deaaa aaaaahhh..Dea..” Kris mendesah pelan.
Ia menindih tubuhku. Merebahkan tubuhnya yang tinggi diatas
tubuhku. Tangannya melingkar di pinggangku, memelukku kuat. Sambil terus
menggoyangkan penisnya. Penis besarnya masih menancap didalam vaginaku.
Sesekali dengan tempo yang cepat, Kris terus menggoyangkan pinggulnya. Vaginaku
panas.
“aaaaaahhh.. Deaaaa” desahannya memanggil namaku. Dasar
bajingan.
Tak dipungkiri, aku menikmati saat Kris memainkan penisnya.
Ia sangatlah ahli. Tubuhku makin merasakan nikmat. Bulu romaku kembali berdiri.
Vaginaku memberi sinyal, sebentar lagi aku hendak klimaks. Klimaks yang kedua,
setelah Abi terlebih dahulu menggagahiku. Dan, tak berapa lama aku kembali
klimaks. Vaginaku kembali banjir. Cairan hangat memenuhi relung vaginaku. Kris
masih terus dengan gerakan maju mundur. Penis besarnya masih setia di dalam
vaginaku. Desahannya kali ini lebih sering.
“aaaaaahhh..aaaaahhh”
“aaaaahhh..Deaaaa aaaaahhh”
Kris mencabut penis besarnya. Memuntahkan cairan maninya di
mulutku. Jijik. Sangat banyak dan kental. Berwarna putih. Dalam sekejap mulutku
dipenuhi cairan mani Kris. Ia terlihat letih setelah menggagahiku. Letih namun
nikmat. Dan kembali kudengat tawa lepas, kali ini Kris dan Abi yang tertawa.
Disusul tawa dari Tito. Astaga, tubuhku masih saja tak bisa digerakkan. Kali
ini makin lemas. Tenagaku habis tak bersisa, setelah dua lelaki bajingan
memperkosaku. Memberiku minuman yang membuat tubuhku tak bisa digerakkan.
Tito sudah pada posisi. Penis panjangnya sudah berada didepan
vaginaku. Tangannya menuntun penisnya masuk kedalam vaginaku. Dengan cepat ia
menggenjot pinggulnya. Gerakannya lincah. Ia terus membenamkan penis panjangnya
kedalam vaginaku, smbil meremas payudaraku. Menggelitik putingku. Makin cepat
gerakan Tito. Vaginaku ikut bergetar cepat. Kali ini mulutnya yang memainkan
putingku. Dijilatinya putingku. Sesekali digigit-gigit. Membuat gairahku
meninggi. Kemudian menyedotnya kuat. Aku makin bernafsu. Namun tubuhku masih
tak dapat digerakkan. Tangannya meremas payudaraku, lidahnya menjilati
putingku, dan penisnya masih keluar masuk kedalam vaginaku. Gairahku memuncak.
Tito masih terus menggagahiku. Dan masih terus meremas
payudaraku. Vaginaku kembali bergetar. Akan klimaks untuk yang ketiga kalinya
mungkin. Mataku memejam. Tanganku mencengkram kuat sofa. Pahaku masih terbuka
lebar. Membentang. Dan Tito masih terus menggoyangkan pinggulnya. Kali ini
makin cepat. Aku hampir klimaks. Benar saja, tak berapa lama vaginaku
memuntahkan cairan hangat. Tubuhku bergetar hebat. Vaginaku geli. Dan Tito
terus saja menggagahiku. Penisnya masih kuat bermain-main didalam vaginaku.
Tito mencabut cepat penisnya. Memuntahkan cairan maninya
diatas payudaraku. Cukup banyak. Memompa terus penisnya, berharap cairan
maninya keluar hingga tetes terakhir. Pahaku masih terbuka lebar. Dan tubuhku
masih tak dapat digerakkan. Kris membersihkan cairan mani yang memenuhi tubuh
dan mulutku. Dibantu oleh Abi. Tito mengenakan pakaiannya. Aku menangis
sejadi-jadinya. Pipiku basah oleh air mata. Kemudian Kris dan Abi berpakaian.
Tito memakaikan kemeja dan celanaku. Dan tubuhku masih saja tak bisa bergerak.
Abi melemparkan berlembar-lembar uang pecahan seratus ribu
diatas tubuhku. Kemudian mereka bertiga berlalu. Meninggalkanku dengan tawa
puas usai memperkosa diriku. Tinggallah aku sendiri didalam ruangan dengan
tubuh yang tak bisa kugerakkan. Dasar lelaki bajingan !!!
follow kita di @kilas17plus
yang mau berbagi cerita email kita ke baesembarang@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar